Kamis, 23 Mei 2013
Berita tentang Kebangkitan Nasional
INILAH.COM, Jakarta – Kerajaan Belanda, terutama perusahaan dagang VOC, selama berabad-abad menguasai Indonesia, padahal jumlah orang Belanda sedikit. Mereka memang dibantu bangsa lain, tetapi pasti jumlahnya tak banyak, ujar seorang kawan.
Jadi kalau begitu siapa yang paling banyak membantu? Ya, orang Indonesia. Mereka berkolaborasi dengan orang Belanda untuk membantu penjajah melancarkannya misinya di Indonesia.
Sayangnya sejauh ini tak ada sejarahwan yang benar-benar mengungkap adanya pengkhianatan tersebut. Padahal pengungkapan tersebut penting guna mengingatkan kepada generasi penerus supaya jangan berkelakuan serupa itu lagi.
Bagi negara lain, Indonesia terlalu penting buat diabaikan. Atas dasar itu dilakukan berbagai cara supaya negara ini tetap berada dalam lingkup pemerasan negara-negara kapitalis. Di antaranya adalah dengan mempengaruhi pola pikir dan pola tindak para elit, misalnya dengan mengundang mereka untuk bersekolah, kunjungan kerja dan sebagainya. Cara ini ternyata jauh lebih murah ketimbang melakukan penguasaan wilayah.
Negara-negara kapitalis melakukan manuver itu dengan cermat. Presiden Sukarno pada 1950-an mengirim generasi muda kemana-mana sebagai persiapan membangun Indonesia yang kokoh, makmur dan berswasembada. Ada yang belajar seluk beluk maritim, industri kedirgantaraan, metalurgi bahkan para akhli yang bisa membuat Indonesia menjadi salah satu negara Asia yang memiliki pembangkit tenaga atom.
Ketika Presiden Sukarno ditumbangkan dengan cara yang rumit, maka yang kemudian muncul adalah generasi muda yang belajar ilmu ekonomi di Barat, terutama Amerika Serikat. Sekalipun tidak semuanya, termasuk yang belajar di Inggris dan Prancis, sepakat dengan kebijaksanaan yang serba liberal.
Pemerintahan Presiden Suharto menerapkan kebijaksanaan pembangunan berdasarkan pinjaman luar negeri dan investasi asing. Kebijaksanaan ini disertai dengan sikap keras karena merasa sedang menjalankan tugas suci yakni membangun negara.
Pemerintahan Presiden Soeharto berhasil membangun berbagai infrastruktur , namun dalam menghadapi investasi asing tak selektif pemerintahan sebelumnya. Maka dari itu, ketika sekarang terbersit kekecewaan terhadap dominasi asing, segala sesuatu yang serba impor serta utang yang menggunung maka akarnya berasal dari tahun 1960-an.
Ke mana generasi muda yang belajar di Eropa, terutama Eropa Timur? Mereka tersingkir secara sistematis dan dikaitkan dengan faham komunis. Padahal kalau mereka diberi peluang maka Indonesia mampu memberi nilai tambah kepada tembaga, emas, nikel, batubara dan lain-lain.
Kalaupun ada peluang maka sifatnya terbatas, misalnya, para ahli tenaga nuklir yang bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Tidak mengherankan bila mereka mulai ‘lupa’ akan ilmunya.
Ketika Indonesia, yang kehilangan jati diri, merayakan Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei kemarin, maka banyak yang harus dibangkitkan. Sambil tak lupa menanyakan, ….Siapa sebenarnya anda ?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar